Kamis, 02 Juni 2016

BAHAN MAKANAN PETIS

 
 
Petis adalah bahan masakan khas Indonesia yang dibuat dari produk sampingan pengolahan makanan berkuah, seperti dari olahan pindang atau udang yang digodog hingga cairan kuah menjadi mengental seperti saus yang lebih lekat. Dalam pengolahan petis selanjutnya ditambahi dengan gula merah, dan biasanya warna petis kelihatan cokelat pekat cenderung hitam dan rasanya manis legit.
 
Berbeda dengan terasi, yang dikenal dan secara umum dikonsumsi oleh masyarakat Asia Tenggara, petis nampaknya hanya dikenal di Indonesia. Hampir semua negara di Asia tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina mengenal terasi dengan variasinya, kering, basah atau setengah basah.

Petis adalah bahan makanan yang biasa dipakai sebagai penyedap (seasoning) kuliner tradisional Nusantara, seperti rujak uleg, urab sayuran, pecak terong dll. dan petis untuk lidah orang Indonesia mempunyai rasa favorit tersendiri.

Bahan Baku dan Bumbu

Petis udang/ikan adalah hasil pengolahan kaldu/sari udang atau ikan yang dicampurkan dengan beberapa bumbu tambahan. Pengolahan petis adalah dari Udang/ikan yang masih utuh, pemanfaatan limbah kepala dan kulit udang, atau kuah dari sari ikan olahan pindang.

Bumbu tambahkannya adalah gula merah/putih dan garam. Untuk mempercepat proses pengentalan dapat ditambahi dengan bahan-bahan pengental alami, seperti tepung beras, tapioka atau air tajin.

Pengolahan Sari Udang

Bersihkan udang utuh atau dari limbah pengolahan udang (kepala dan kulit udang), kemudian direbus dengan air hingga mendidih (untuk 0,5 kg udang direbus dalam 2 liter air selama 40 – 45% menit).

Saring air rebusan, dan campurkan dengan gula merah dan garam. Kemudian panaskan kembali hingga mengental lengket menjadi petis udang.

Pengolahan Daging Udang

Udang dicuci bersih dan ditumbuk halus, kemudian diremas-remas dengan tangan sambil dicampur dengan air, dan selanjutnya disaring untuk mendapatkan kaldu udang mentah. Lakukan pekerjaan ini sampai 3 kali. Untuk 0,5 gr udang adalah ukuran perbandingan 3 liter air.
 
Kaldu udang kemudian digodog dengan dicampuri garam dan dan gula merah secukupnya sampai mengental dan menjadi petis udang.

Pengolahan Sari Pindang
 
Kaldu ikan dari olahan pembuatan pindang, digodog dengan dicampurkan gula merah, tunggu sampai mengental maka menjadilah petis ikan.

Rabu, 01 Juni 2016

BAHAN MAKANAN TERASI UDANG



Terasi adalah bumbu masak yang dibuat dari ikan atau udang rebon yang difermentasikan, berbentuk seperti adonan atau pasta. Terasi yang beredar umum di masyarakat biasanya berwarna hitam-kecoklatan, atau terkadang ditambah dengan bahan pewarna sehingga menjadi kemerahan. Terasi memiliki bau yang tajam dan umumnya digunakan untuk membuat sambal terasi, tetapi juga bisa sebagai bumbu masak, seperti resep-resep masakan tradisional khas Indonesia.
Terasi yang dibuat husus dari udang biasanya berwarna asli kemerahan, udang yang digunakan adalah udang rebon (udang laut kecil). Setelah melalui proses tumbukan dan penjemuran, terasi akan berwarna coklat kehitaman.
Proses Pembuatan
Udang rebon tempatkan dalam sebuah wadah, kemudian bersihkan dan dicampur dengan garam kurang lebih 15% dari berat udang yang dibutuhkan. Ketika udang yang digunakan sebanyak 5 kg, maka garam yang diperlukan sebanyak 0,75 kg.
Jemurlah udang pada panas matahari selama satu hari (tidak perlu kering betul). Setelah selesai dijemur, tumbuklah udang tersebut menggunakan lumpang kayu/batu sampai lembut (adonan masih terasa kasar), sehingga diperoleh adonan menjadi menggumpal liat.
Jemur kembali adonan/tumbukan udang pada tempat yang aman dari debu, karena debu dan kotoran gampang sekali menempel pada adonan udang. Bila sudah kering, beri garam sebanyak 5% setiap 1 kg adonan.
Tumbuk kembali adonan yang sudah dijemur (masih terasa kasar ditangan), sampai benar-benar halus dan lembut.
Tempatkan dan simpan dalam waktu yang lama, hingga terjadi proses peragian (fermentasi) dan mengeluarkan bau khas terasi.

KULINER IWAK PINDANG

 
 
Iwak Pindang atau Pindang adalah merupakan hasil olahan ikan laut, atau bisa juga ikan tawar dengan cara-cara kombinasi penggodogan dan penggaraman. Pembuatan pindang merupakan salah satu jenis produk pengawetan ikan dengan menggunakan kadar garam rendah. Setelah melalui proses penggodogan, biasanya wadah di mana ikan disusun langsung digunakan sebagai wadah penyimpanan dan pengangkutan untuk dipasarkan.
 
Pindang memiliki tekstur, citarasa dan keawetan yang khas dan bervariasi sesuai dengan jenis ikan, kadar garam, dan lamanya perebusan. Jenis-jenis ikan yang umum diolah dengan cara pemindangan adalah ikan-ikan pelagis seperti ikan layang, selar, japu, ikan tembang, lemuru, ikan kembung, tuna, cakalang, dan tongkol. Produksi sampingan atau limbah dari proses pengolahan pindang ikan adalah Petis Ikan.

Ikan pindang adalah berbeda dengan ikan asin atau ikan peda, pengolahan pindang selain menggunakan garam juga dikombinasikan dengan proses penggodogan, sehingga produk yang dihasilkan mempunyai karakteristik tersendiri. Untuk ikan kecil biasanya dalam proses pemindangan dalam keadaan utuh, sedangkan ikan besar dalam bentuk potongan-potongan.

Pemindangan Garam atau Air Garam, sebagaimana umum pemindangan masyarakat nelayan adalah pemindangan tradisional, disebut juga sebagai Pindang Paso (menggunakan kendil atau paso tanah liat). Bagi masyarakat nelayan dalam jumlah kecil (elit-elit desa/nelayan) ada juga yang memakai cara pemindangan Presto (duri lunak), yaitu dengan sarana panci Pressure Cooker. 
 
Prinsip Pemindangan
 
Pemanasan, yaitu perebusan dengan suhu tinggi, dengan panas suhu tertentu sebagaian besar bakteri akan mati, begitu juga dengan organisme enzim akan berhanti.

Penggaraman, dengan pemberian garam secara otomais akan mematikan bakteri, atau menghambat kegiatan bakteri karena unsur garam merupakan racun bagi bakteri.

Air, melalui proses perebusan/pemanasan, maka akan terjadi pengurangan kadar air dalam daging ikan. Pemuaian unsur air juga terjadi karena peleburan dan peresapan unsur garam yang bersifat mengikat air dalam daging ikan.
 
Bahan Baku, Sarana dan Pembuatan
 
Ikan, Kesegaran ikan sangat mempengaruhi mutu ikan pindang, maka ikan yang akan diolah menjadi pindang harus segar, karena ikan yang sudah mulai membusuk akan menghasilkan pindang bermutu rendah, dan bisa membahayakan kesehatan.
 
Pada dasarnya semua jenis ikan dapat diolah menjadi pindang, akan tetapi umumnya ikan yang digunakan sebagai bahan baku pindang adalah ikan kembung, ikan layang, tongkol, lemuru dll.
 
Pembersihan, ikan-ikan yang akan dipindang disiangi (proses pembersihan ikan, dengan mengeluarkan insang, dan isi perutnya, kemudian dibersihkan sisiknya) terlebih dahulu sampai bersih lendir dan sisa-sisa darah yang menempel, atau dapat juga tanpa disiangi untuk ikan kecil-kecil. Bila ikan besar, bisa dipotong-potong menurut kebutuhan.
 
Timbangan; menuju proses pembuatan pindang, ikan-ikan yang sudah dibersihkan adalah ditimbang terlebih dahulu untuk menentukan kualitas garam yang digunakan. Umumnya garam berkisar 5% – 40% dari bobot ikan.
 
Garam, adalah jenis garam yang mempunyai kualitas tinggi, dengan kadar kemurnian mengandung garam NaCl tinggi minimal 98%. Bila garam yang digunakan mengandung garam-garam calsium dan magnesium lebih dari 1% maka akan menghasilkan pindang yang kurang baik.
 
Ikan atau potongan-potongan ikan yang sudah dibersihkan, kemudian dilumuri garam. Bila garamnya masih kasar, ditumbuk terlebih dahulu agar menjadi garam lembut.
 
Pendil, Merang/Daun Pisang Kering dan Penggodogan; menuju proses pemindangan, ikan-ikan yang sudak dicampur dengan garam kemudian disusun di dalam pendil yang dialasi merang atau daun pisang kering. Setelah penuh, pendil diisi dengan air tawar secukupnya sampai ikan terendam penuh.
 
Pendil yang digunakan adalah pendil yang disamping bagian bawahnya ada semacam lubang untuk saluran air (semacam keran).
 
Penggodogan pertama adalah sampai matang dengan salah satu cirinya kepala ikan sudah retak-retak. Setelah penggodogan dianggap selesai, sisa air dikeluarkan melalui dasar pendil yang sengaja dibuat untuk kegunaan husus, yaitu sebagai bahan pembuatan Petis Ikan. Air pindang dalam kendi diusahakan mengucur sampai terkuras habis, dan keran kendi ditutup kembali.
 
Sebelum penggodogan kedua, ikan-ikan dalam tumpukan paling atas ditaburi garam dan selanjutnya ditambahi dengan sedikit air. Pemasakan dilanjutkan dengan perkiraan setengah jam, atau sampai air habis meresap dalam ikan dan menguap. Pembuatan pindang selesai, dibungkus daun jati dan siap dipasarkan.

MAKANAN IWAK PEDA

Iwak Peda atau ikan peda adalah sejenis ikan asin, namun berbeda dalam keawetan dan proses pembutannya. Ikan Peda biasanya  dalam pembuatannya tidak dibelah, tidak disiangi (proses pembersihan ikan, dengan mengeluarkan insang, dan isi perutnya, kemudian dibersihkan sisiknya) dan tidak dijeber menuju penjemuran sebagaimana dalam pembuatan ikan asin, ikan-ikan yang akan dijadikan peda adalah gelondongan ikan segar yang langsung digarami. Ikan Peda adalah salah satu produk hasil pengawetan makanan yang diolah menggunakan teknik penggaraman dan fermentasi.
 
Ikan Peda biasanya dibuat dari ikan kembung betina (Rasterliger neglectus), dikenal juga dua macam ikan peda yaitu ikan peda merah (peda siam) dan ikan peda putih. Ikan peda merah dalam proses pembutannya adalah dari ikan kembung yang ber­kadar lemak tinggi dan tidak disiangi, sementara ikan peda putih dibuat dari ikan kem­bung yang berkadar lemak rendah dan disiangi.

Bahan Baku, Sarana dan Pembuatan
 
Ikan, Kesegaran ikan sangat mempengaruhi mutu ikan peda, maka ikan yang akan diolah menjadi peda harus segar, karena ikan yang sudah mulai membusuk akan menghasilkan peda bermutu rendah, dan bisa membahayakan kesehatan.
 
Pada dasarnya semua jenis ikan dapat diolah menjadi peda, akan tetapi umumnya ikan yang digunakan sebagai bahan baku peda adalah ikan kembung (Restrelliger spp). Dalam masyarakat nelayan, dikenal dua jenis peda yaitu peda merah, yang dibuat dari ikan kembung betina (Restrelliger Neglegtus) dan peda putih yang dibuat dari ikan kembung jantan (Restrelliger Kanagorta)
 
Timbangan; menuju proses pembuatan peda, ikan-ikan sebelumnya dibersihkan dan ditimbang terlebih dahulu untuk menentukan kualitas garam yang digunakan. Umumnya garam yang digunakan 25 – 30 % dari berat ikan.
 
Garam, adalah jenis garam yang mempunyai kualitas tinggi, dengan kadar kemurnian mengandung garam NaCl tinggi minimal 98%. Bila garam yang digunakan mengandung garam-garam calsium dan magnesium lebih dari 1% maka akan menghasilkan peda yang kurang baik.
 
Ember Plastik, Bak Mandi dan Papan Kayu; sarana-sarana untuk proses pengasinan bisa berupa wadah kecil seperti ember pelastik, atau wadah yang berukuran besar seperti bangunan permanen seperti Bak Mandi kecil. Besar dan kecil suatu wadah adalah untuk  menentukan volume dan kadar ikan-ikan yang akan diasinkan.
 
Taruhlah ikan dalam ember atau bak mandi dengan susunan beberapa lapisan ikan dengan diselingi lapisan garam merata. Pada permukaan paling atas ditaburi garam lebih tebal (± 1 cm), kemudian ditutup rapat dengan papan kayu berkisar sampai 3–6 hari dengan suasana yang lembab.
 
Rak Pengeringan; setelah melalui proses pengasinan, kemudian ikan-ikan dibongkar dan dibersihkan, dan ditiriskan pada rak pengeringan atau diangin-anginkan sampai ikan kelihatan kesat/padat.
 
Pendil, Merang/Daun Pisang Kering dan Proses Fermentasi; menuju fermentasi adalah pengepakan, ikan-ikan yang sudak kering kemudian dilumuri dengan garam dan ditaruh didalam pendil yang dialasi merang atau daun pisang kering. Dan diatasnya ditutupi juga dengan merang/daun pisang kering, sebagai penutup pendil harus rapat sekali, dengan ukuran dan standar agar jangan sampai oksigen masuk. Proses fermentasi biasanya berkisar 10-15 hari dengan bau peda yang menyengat.

Fermentasi, adalah proses penguraian enzym dalam daging ikan. Ferementasi sebagaimana pembusukan, agar fermentasi berjalan sempurna maka dibutuhkan suasana yang lembab, oksigen dalam jumlah terbatas (semi aerob) dan adanya unsur garam.

MAKANAN GESEK (IKAN ASIN)

Gesek atau Ikan Asin adalah makanan tradisional yang terbuat dari daging ikan segar, yang diawetkan melalui proses pengasinan, dibuat tanpa bahan sintesis yang bersifat kimiawi dan bisa bertahan lama hingga berbulan-bulan. Ada beberapa macam produk ikan asin, diantaranya sebagai menu tambahan, makanan cemilan (makana ringan) seperti kerupuk ikan asin pedas dan keripik krispi ikan asin.
Pengasinan adalah sebagaimana pengawatan makanan, pengawetan yang tidak menggunakan bahan-bahan kimiawi,  pengawetan yang masih alami, sehingga tidak berbahaya ketika dikonsumsi sebagai makanan.
 
Proses Pembuatan Ikan Asin
Semua jenis ikan bisa diawatkan melalui proses pengasinan, baik ikan darat maupun ikan laut. dan standar pengasin hanya dibedakan pada besar-kecilnya ukuran ikan.
- Bahan-bahan Pengasinan
Ikan; sebelum proses pemgasinan, ikan-ikan yang besar dipotong atau dibelah terlebih dahulu agar larutan garam mudah meresap kedalam daging ikan.
Air dan Garam; Garam dimasukkan kedalam air dengan ukuran kental dan pekat unsur garamnya. semakin kental kadar garam dalam air, maka semakin cepat proses pengasinannya dan juga akan berpengaruh pada keawetan ikan asin. 
- Sarana dan Prasarana
Ember Plastik atau Bak Mandi; Sarana-sarana untuk proses pengasinan bisa berupa wadah kecil atau wadah yang berukuran besar, besar dan kecil suatu wadah ditentukan berdasarkan volume dan kadar ikan-ikan yang akan diasinkan. wadah untuk pengasinan bisa berupa ember plastik atau bangunan permanen seperti Bak Mandi kecil. Ember plastik atau Bak Mandi kecil digunakan agar garam dalam larutan air tidak mudah meresap keluar atau meresap kedalam tanah. 
Bale-bale dan Tampah dari bambu; setelah ikan yang sudah melalui pengasinan, kemudian menuju proses penjemuran. ikan-ikan ditaruh berjejer merata diatas Bale-bale panjang, atau sejenis Tampah memanjang persegi empat. disini agar ikan-ikan menjadi kering merata.  
- Penjemuran 
proses penjemuran adalah sangat dipengaruhi oleh terik matahari yang memanas, panas matahari yang terus berkelanjutan akan lebih mempercepat proses produksi ikan asin yang dihasilkan. Ketika dalam musim penghujan, volume produksi menjadi mengurang disebabkan karena sinar matahari yang tidak maksimal untuk penjemuran.
 
Home Industri Ikan Asin 
Letak geografis dan cuaca yang cukup panas memberikan keuntungan tersendiri bagi Desa Mertasinga dengan produksi ikan asinnya, walaupun pengolahan produksi masih tergolong tradisional dan konfensional, dan masih dalam sekala produksi rumahan, Desa mertasinga masih sebagai salah satu basis suplayer ikan asin untuk wilayah-wilayah di Kab. Cirebon.
Desa Mertasinga yang mayoritas penduduknya dalam mencari nafkah sebagai nelayan, memberikan kemudahan tersendiri bagi para pembuat ikan asin, dengan membeli ikan-ikan segar langsung dari nelayan melalui harga-harga yang relatif dibawah pasar.
Produksi Rumahan ikan asin Desa mertasinga tergolong cukup banyak, rata-rata memproduksi 50-75 kilogram ikan asin dalam tiap-tiap rumah, memperkerjakan belasan ribu tenaga kerja dan bisa menghasilkan ikan asin yang mencapai ratusan kilogram setiap produksinya. Produk ikan asin bisa berfariatif jenisnya, seperti ikan Tenggiri, Kakap, Jambal roti, Jambal biasa, kembung dan ikan kecil lainnya.
Harga Ikan Asin di Pasar Bondet, sebuah pasar tradisional yang ada di kawasan tetangga desa adalah bagian dari tengkulak-tengkulak yang membeli ikan asin dari para pengrajin ikan asin di Desa Mertasinga. Harga per kilogram ikan asin jambal roti Rp. 35.000, jambal biasa 30.000, tenggiri 28.000, kakap besar 23.000, kakap kecil 21.000 dan kembung 18.000.
Untuk pengembangan dan pengolahan usaha rumahan Desa Mertasinga, masyarakat setempat mengharapkan perhatian dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, terutama mengenai ekspansi pasar dan pengepakan kemasan ikan asin. diharapkan ikan asin tidak hanya terjual di pasar-pasar tradisional, tetapi juga bisa merambah swalayan dan market-market perkotaan. 
Ikan Asin yang berkualitas dan alami adalah bagian dari citra (image) positif bagi konsumen, sebagai alternatif makanan, makanan yang baik untuk kesehatan dan makanan yang layak konsumsi. kualitas makanan yang tidak hanya merambah pangsa pasar regional, tetapi juga bisa menggenjot pasar-pasar internasional.

Selasa, 31 Mei 2016

LETAK GEOGRAFIS

Desa Mertasinga Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon adalah termasuk daerah pesisir. Secara geografis Desa Mertasinga terletak di garis 12854577 bujur timur dan 6223002 bujur barat. Dari arah Timur Desa Mertasinga langsung berhadapan dengan laut Jawa. Sebelah berat berbatasan langsung dengan Desa Sinabaya, sebelah utara berbatasan dengan Desa Muara dan Desa Purwawinangun, dan sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Bondet.

Akses menuju Desa Mertasinga cukup mudah, karena lokasinya dihadapan Jalan Utama yaitu jalan Cirebon-Jakarta via Indramayu. Banyak sekali transportasi umum yang melintasi kawasan Desa Mertasinga, seperti Bus, Angkutan Kota (angkot) dan Mini Bus. Masyarakat Cirebon dalam menyebutkan transportasi umum Mini Bus dengan istilah Kopayu dan Elp, Kopayu adalah kendaraan dengan trayek Cirebon-Indramayu, sementara kendaraan Elp sama seperti Kopayu tetapi ada sebagian trayeknya tidak sampai menuju indramayu. Kendaraan-kendaraan yang melintas dari arah stasiun Kota Cirebon, yaitu Terminal Harjamukti dalam setiap jamnya berkisar 60 angkutan umum.



DEMOGRAFI DESA

Dari data statistik desa, Desa Mertasinga adalah merupakan desa yang berpenduduk padat, total penduduknya mencapai 6.681 jiwa, Laki-laki sebanyak 3.234 orang dan perempuan 3.447 orang; dewasa 864 orang dan anak-anak 253 orang, menikah 5433 orang dan lajang 1148 orang. Berdasarkan catatan KPUD setempat, DPT di desa Desa mertasinga sebanyak 2646 orang.

Mayoritas penduduk Desa Mertasinga adalah tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan sebagian penduduknya ada yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, seperti pendidikan disekitar Kab. Cirebon atau pendidikan di kota-kota besar. Lembaga-lembaga pendidikan seperti Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Jendral Sudirman (Unsud), Universitas Tujuh belas Agustus (Uswagati), Akademi Perawat (Akper), dan Lembaga pendidikan Pondok Pesantren, seperti Pesantren Lirboyo dan Pesantren Tambak Beras.

Angka kemiskinan di Desa Mertasinga masih cukup tinggi, sekitar 200 jiwa. Masyarakat yang berhak mendapatkan Raskin dari subsidi pemerintah 123 orang, pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS) 70 orang, dan sebagai anak yang dijamin pendidikannya dengan Kartu Indonesia Pintar (KIP) 200 orang. Sebagai daerah pesisir, mayoritas penduduk Desa Mertasinga hidup sebagai nelayan, yaitu sebanyak 524 orang. Sedangkan sisanya bekerja sebagai guru 35 orang, PNS 42 orang, pegawai swasta 26 orang, dan yang merantau ke luar negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) 20 orang. Seluruh penduduk Desa Mertasinga adalah beragama Islam.

DETIL INFO DESA

• Perbatasan :
Sebelah Timur     : Laut Jawa
Sebelah Barat      : Desa Sinabaya
Sebelah Utara      : Desa Muara dan Desa Purwawinangun
Sebelah Selatan   : Sungai Bondet 

• Route :
Dari Stasiun/Terminal Harjamukti naik transportasi Bus, Mini Bus (Kopayu dan Elp), atau Angkutan Kota (Angkot), dan langsung turun di Desa Mertasinga. 

• Demografi :
Jumlah penduduk   : 6.681 Jiwa
Laki-laki                 : 3.324 Jiwa
Perempuan              : 3.447 Jiwa 

• Agama warga :
Agama Islam          : 6,681 Jiwa

• Profesi warga :
PNS            : 42 Jiwa
Pegawai      : 26 Jiwa
Guru           : 35 Jiwa
Nelayan      : 524 Jiwa
TKI             : 20 Jiwa 







sumber : http://mertasinga.desa.id/hal-letak-geografis.html

PENDUDUK MERTASINGA






Presiden Joko Widodo meresmikan program Kampung Keluarga Berencana di Desa Mertasinga, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, hari ini. Dia menyebutkan program Kampung Keluarga Berencana di Desa Mertasinga tidak keliru mengingat Jawa Barat memiliki penduduk terbanyak di Indonesia.

Jokowi mengatakan saat ini jumlah penduduk Indonesia mencapai 252 juta orang. Permasalahan kependudukan ini menuntut terpenuhinya kebutuhan makanan, sandang, kesehatan, pendidikan, hingga lapangan kerja. "Laju penduduk Indonesia 1,3 persen, artinya setiap tahun ada tambahan 3 juta orang," katanya di Desa Mertasinga, Cirebon, Kamis, 14 Januari 2016.

Untuk itu, Jokowi berharap masyarakat mengatur perencanaan dalam berkeluarga. Naiknya laju penduduk membuat lapangan kerja harus tersedia setiap tahun. Hal ini menjadi kendala mengingat saat ini persaingan antarnegara sangat ketat untuk memperebutkan potensi ekonomi. Persaingan antarnegara mempunyai tambahan masalah jika persoalan kebutuhan dasar 3 juta orang belum terpenuhi setiap tahun.

Sejak 2010 hingga 2015, tingkat kelahiran per ibu sebanyak 2,4 anak. Artinya, setiap perempuan memiliki 2-3 anak. Karena itu, Jokowi memprediksi, dalam 15 tahun ke depan, Indonesia mempunyai penduduk dengan umur produktif sangat besar. Besarnya jumlah penduduk ini mempunyai arti bahwa pemerintah harus menyiapkan lapangan kerja.

Tiap Tahun Penduduk Indonesia Bertambah 3 Juta Orang 
Berdasarkan data, penduduk Provinsi Jawa Barat per 31 Desember 2014 mencapai 46,03 juta jiwa. Karena itu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan pertumbuhan penduduk Jawa Barat menurun dari 2008, yang berada di posisi 2 persen, dan saat ini menjadi 1,6 persen.

Menurut dia, 20 persen program keluarga berencana nasional berhasil jika program kependudukan di Jawa Barat sukses. Untuk itu, dia ingin semua program unggulan kependudukan dan alokasi anggaran 20 persen berada di Jawa Barat.

Aher—sapaan akrab Ahmad Heryawan—mengatakan kawasan timur Jawa Barat tidak setinggi kawasan barat. Seperti laju pertumbuhan penduduk kawasan Cirebon, Kuningan, dan Majalengka, yang berada di bawah 1 persen. Berbeda dengan penduduk Kota Bekasi dan Depok, yang menempati peringkat tertinggi di dunia, yakni mencapai 3,5-4,1 persen.


sumber : https://m.tempo.co/read/news/2016/01/14/173736151/tiap-tahun-penduduk-indonesia-bertambah-3-juta-orang

PRAKTIK LAPANGAN 1 IPDN 2016





PEMASANGAN SPANDUK

 PENDATAAN PENDUDUK

Minggu, 29 Mei 2016

SEJARAH DESA MERTASINGA


     Sejarah Kerajaan Mertasinga, merupakan bagian dari rangkaian asal-usul Kesultanan Cirebon. Sisa peninggalan kerajaan, berupa Lawang Gede Si Blawong, yang sampai sekarang masih bisa di lihat di Desa Mertasinga, Kec. Gunungjati, Kab. Cirebon.
Lawang Gede merupakan bukti peninggalan sejarah berdirinya kerajaan Mertasinga di masa lalu. Konon, beberapa abdi dalem keraton Cirebon pada awal abad ke– 17, merasa tidak nyaman tinggal di dalam Istana, karena dominasi pemerintah Kolonial Belanda. Oleh karena itu, beberapa pangeran yang tidak mau bekerja sama dengan Belanda, termasuk di antaranya Pangeran Suryanegara lebih memilih meninggalkan keraton.
     Pangeran Suryanegara kemudian pergi ke arah utara dan tinggal secara berpindah-pindah. Di setiap daerah yang di singgahinya, Pangeran Suryanegara mengajarkan Agama Islam dan mengembangkan bidang pertanian. Menurutnya, kalau rakyat makmur Negara aman.
     Hidup Pangeran Suryanegara selalu di kejar-kejar pasukan Belanda dan Pasukan Keraton Cirebon yang sudah di pengaruhi Belanda. Di Desa Krangkeng yang letaknya sekarang di wilayah perbatasan Indramayu-Cirebon, Pangeran Suryanegara mendapat dukungan Nyi Lodaya yang di anggap masyarakat sebagai penguasa laut utara dan merajai bangsa Siluman.
     Tempat yang pernah di singgahi Pangeran Suryanegara antara lain Desa Bulak Kec. Jatibarang kab. Indramayu, Desa/kec. Jati Tujuh Kab. Majalengka, Desa Lemah Tamba Kec. Panguragan Kab. Cirebon, Pagertoya dan berakhir di Mertasinga.
Sewaktu singgah di desa Bulak, dia mendapati usaha pertaniaan di desa setempat kurang berhasil karena kekurangan air. Maka bersama warga setempat kemudian di buatlah sebuah penampungan air(DAM). Demikian juga ketika dia singgah di sebuah desa yang sekarang bernama Pagertoya.
     Pangeran Suryanegara merupakan penggerak pemberontakan rakyat terhadap kolonialisme Belanda yang memicu terjadinya perang Kedongdong(1753-1773). Perang Kedongdong sendiri, menurut Kartini, terjadi akibat pertentangan yang terjadi antar abdi dalam istana yang di adu-domba kolonialis. ”Kedongdong sendiri merupakan pengibaratan buah kedongdong yang bagus di luar tapi ruwed di dalamnya,” kata Kartini.
     Namun kebetulan salah satu basis pasukan Pangeran Suryanegara ada yang berada di desa Kedongdong Kec. Susukan dan kebetulan di sana pernah terjadi ledakan pemberontakan sehingga sebagian orang mengaitkan perang Kedongdong dengan desa Kedongdong Kec. Susukan. Pemberontakan kedua terjadi antara tahun 1818 hingga 1845, di pimpin Ki Bagus Serit.
     Mertasinga juga merupakan bekas pusat kerajaan Singapura yang pernah ada di Cirebon. Singapura bermakna kota berbagai bangsa. Hal tersebut dapat di lihat dari posisinya sebagai daerah yang wilayahnya berada di tepi pantai dan memiliki pelabuhan yang sangat ramai serta di singgahi kapal-kapal yang berlabuh di Muara Jati. Singapura terletak kira-kira 2 kilometer sebelah utara negeri Surantaka, Sebelah barat dengan negeri Wangiri, sebelah utara dengan negeri Japura dan sebelah timur dengan laut Jawa. Sedangkan pusat pemerintahannya berada di desa Mertasinga.
     Saat ini Lawang Gede, ramai di kunjungi para peziarah yang datang dari berbagai tempat di wilayah Cirebon. Bahkan tempat ini di jadikan sebagai tempat nyepi bagi mereka yang sedang mendapatkan kesusahan maupun mereka yang ingin meraih keinginan tertentu. Tempat ini di anggap keramat oleh sebagian masyarakat. Setiap tahun, tepatnya tanggal 1 Syuro, tempat ini ramai di kunjungi orang. Bahkan warga setempat menggelar peringatan 1 Syuro sebagai hari ulang tahun Cirebon secara meriah. Dalam kesempatan itu pula di bacakan sejarah Mertasinga.